Mengenang Mc Arthur Lewat Kerajinan Besi Putih
Ternate – “Old soldiers never die, they just fade away” begitulah ungkapan terkenal dari Jenderal legendaris Panglima Perang Pasifik Douglas Mc Arthur. Di telinga para penjual kerajinan besi putih Jalan Busoiri (Ternate), ungkapan tersebut terdengar asing, tetapi nama besar Jenderal Amerika Serikat sangat familiar bagi mereka. “Silakan membeli kalung besi putih yang dipakai tentara Amerika Serikat, Mas,” kata Muslim, seorang penjual kerajinan besi putih ketika SH menghampirinya. Ia melanjutkan kalimatnya dengan mengatakan kalung besi putih ini dipakai Jenderal Mc Arthur ketika singgah di Morotai. Tapak-tapak Mc Arthur di Morotai inilah yang ditawarkan para penjual kerajinan besi putih untuk menopang hidup sehari-hari Omzet |
|
Dimasa Perang Dunia kedua, Kawasan Pasifik menjadi ajang pertempuran antara pasukan sekutu melawan pasukan Jepang. Dari seluruh kawasan Pasifik, tak terkecuali wilayah Indonesia juga menjadi basis pertempuran. Wilayah yang paling dekat dengan Samudra Pasifik adalah propinsi Maluku Utara, termasuk Pulau Morotai beranda depan wilayah Indonesia.
Tidak tanggung – tanggung, 7 landasan pesawat terbang dibangun di wilayah ini sebagai peninggalan PD II. Tidak hanya landasan Pesawat, perlengkapan tempur lainnya seperti tank, panser, pesawat terbang, mobil, bunker hingga persejataan termasuk bom tersebar di seluruh propinsi Maluku utara ini. Di Morotai peninggalan perang tersebut dapat ditemui berserakan baik di kebun penduduk, di dalam tanah maupun di dasar lautan. Namun yang menarik di Pulau Morotai ini, peninggalan perang tersebut diubah menjadi kerajinan pernak – pernik yang menarik.
Ternyata perlengkapan tempur tersebut berbahan dasar besi putih yang mengandung unsur logam mulia sebesar 0,8 persen. Hal itu mengakibatkan ribuan peninggalan Perang dunia II diangkut dan dipotong – potong dan ditempa menjadi produk kerajinan. Disebutkan oleh penduduk setempat, pada tahun 70 -an hingga 90-an terjadi pengangkutan peninggalan perang secara besar- besaran tidak hanya yang didarat tetapi juga mengambil dari dasar laut. Pengambilan perlengkapan perang tersebut juga mendapat restu dari pemerintah baik pemda setempat maupun pemerintah pusat jaman orde baru saat itu.
Adalah Naji Paturo ( 54 tahun ), Seorang pengrajin senior yang memimpin usaha kerajinan besi putih bernama Marimoi Souvenir. Bersama dengan 60 orang pengrajin asuhannya, Naji menghasilkan berbagai produk kerajinan. Mulai dari cincin, gelang, kalung, perlengkapan yang dipesan khusus oleh TNI seperti tongkat komand, pisau komando, lencana berbentuk lambang kesatuan, samurai hingga peralatan dapur seperti centong nasi maupun codet untuk menggoreng. Semua produk itu dihasilkan dari penempaan potongan bangkai pesawat maupun perlengkapan perang lainnya. Ada yang dari lantai pesawat, dinding luar pesawat maupun knalpot pesawat.
Harganya pun lumayan menggirukan. Untuk sebuah pisau komando dihargai Rp. 500.000,- Samurai Rp. 1.000.000,- Peralatan dapur sebesar Rp. 250.000,- Kalung, cincin maupun gelang antara Rp. 35.000,- hingga Rp. 500.000,-. Melihat harga yang cukup besar tak heran jika sebagian besar warga desa Daruba, kecamatan Morotai Selatan bekerja sebagai pengrajin.
Naji yang belajar sebagai pengrajin sejak duduk di sekolah tingkat SMP itu bisa mendapatkan penghasilan perbulan sebesar Rp. 25.000.000,- per bulannya, tetapi itu dulu sebelum kerusuhan. Sebagai pengrajin sekaligus memasarkan hasil produknya sendiri, Naji mengalami kesulitan dalam permodalan dan menjangkau daerah pemasaran yang lebih luas. Saat kerusuhan berunsur SARA membunihanguskan bumi Halmahera Utara, banyak hasil produksinya maupun peralatan produknya yang dijarah oleh perusuh. Bahkan persenjataan peninggalan Perang Dunia II juga di jarah dari tempat – tempat peninggalan dan dipakai untuk membuat rusuh.
Kini dengan pendapatan yang hanya Rp. 5.000.000,- perbulannya, Naji bersama dengan pekerja yang banyak berasal dari pemuda putus sekolah itu tetap menerima pesanan produk besi putih. Awalnya para pemesan itu datang ke Morotai sambil membawa contoh maupun gambar desai produk yang dipesan., baru Naji membeli bahan baku secara borongan sedapatnya dari para penyelam yang memotong bangkai – bangkai perlengkapan perang dari dalam laut hingga hingga mencapai harga Rp. 1.000.000,- sedapatnya. Kadang 1 karung, kadang 1 gerobak. Baru kemudian lempengan besi putih digambar sesuai dengan desain pesanan dan kemudian dibentuk, dikikir, diamplas sampai ditempa hingga bentuk yang diinginkan selesai. Dalam sebulan 100 buah peralatan dapur dapat dihasilkan oleh para pengrajin. Untuk pesanan khusus seperti pisau komando dapat dihasilkan 4 buah perbulannya.
Sebagi pengrajin , Naji tidak serta merta ingin menggunakan semua peninggalan perang sebagai bahan baku produknya. Apalagi diangkut hingga keluar daerah Halmahera Utara. I“ Saya sebetulnya kecewa kepada pemerintah daerah karena itu bahan baku sebenarnya tidak perlu dijual keluar.. karena apa.., disini ada perajin .. kenapa harus dijual dijual keluar..? tentunya tidak perlu dikasih ijin untuk dibawa keluar.. “. Ia juga berpendapat jika peninggalan itu masih dalam keadan uth tidak boleh diperghunakan sebagai bahan baku. Ia mengutarakan harapannya, “ Jujur saja pak.., kalau pesawat yang masih utuh, saya juga tidak mau hancurkan pak… kita juga butuh karena mungkin sewaktu – waktu ada kunjungan kesini mereka bisa lihat karena ini peninggalan Perang Dunia II pak ya.. itu juga harapan kami juga karena itu aset untuk pulau Morotai..”.
Memang potensi Morotai tak hanya peninggalan perang yang harus dihancurkan. Seharusnya Benda – benda peninggalan perang itu dibiarkan lestari pada tempatnya, baik di darat maupun di dalam laut. Peninggalan tersebut dapat menjadi aset wisata sejarah yang tak ternilai harganya. Apalagi di Indonesia tidak banyak tempat yang diwariskan peninggalan perang Dunia II. Tempat – tempat di dasar laut yang banyak bersrakan perlengkapan perang juga dapat menjadi obyek wisata menarik, karena tidak banyak obyek penyelaman untuk melihat peninggalam perang di dunia ini, beruntunglah jika Indonesia memilikinya di Morotai. Aset tersebut tak akan habis selamanya dibandingkan menjadi perhiasan belaka. |
|
Oktober 12, 2011 pukul 1:22 pm |
o…sperti itu ya cara ngetestnya asli atau tidaknya besi putih,apakah ada cara lain yg lebih simple,kl ke toko kan gak mngkn kita ngetest asli atau tidaknya besi putih???trs saya pernah dengar TITANIUM,apa bedanya sama besi putih?harganya pun lebih mahal dari besi putih….
Maret 3, 2017 pukul 2:44 am |
Kalau tes di tokonya..sama seperti tes emas juga..karna besi putih asli tidak berubah warnanya sama seperti emas murni
Februari 3, 2015 pukul 3:00 pm |
Da penggaruh eg dengan kesehatan khusus laki-laki.
Maret 3, 2017 pukul 2:42 am |
Tidak.ada pengaruh gan..soalnya besi putih asli justru berhasiat untuk mengankat toksin pada kulit atau tubuh kita